Selasa, 11 Juni 2013

Fakultas Ilmu Budaya USU

Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU


Pada tahun 1967, Fakultas Sastra pindah lagi ke gedung Pancasila (sekarang Pendopo USU) yang luasnya sudah memenuhi kebutuhan tetapi terkendala dengan masalah air dan listrik. Dalam perkembangannya Fakultas Sastra membuka lagi jurusan baru yaitu Jurusan Sejarah pada tahun 1968, namun jurusan ini belum langsung aktif melaksanakan kegiatannya dikarenakan ketiadaan mahasiswa, dan tahun 1970 adalah tahun pertama jurusan ini mulai menerima mahasiswa baru.Pada mulanya Fakultas Ilmu Budaya dahulu bernama Fakultas Sastra diawali dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor : 190/1965 tertanggal 25 Agustus 1965. Pada awal berdirinya Fakultas Sastra melakukan kegiatan dengan menumpang di Fakultas Hukum USU dengan memiliki satu jurusan saja, yakni Bahasa dan Sastra Indonesia dengan jumlah mahasiswa sebanyak 45 orang. Kemudian tahun 1966 dibuka 1 jurusan lagi yaitu jurusan Sastra Inggris. Di tahun ini pula Fakultas Sastra pindah dan memperoleh gedung sendiri yang terletak di bahagian depan sekolah TK Dharma Wanita USU, yang berukuran sangat kecil. 1 (satu) tahun kemudian Fakultas Sastra mendapat tambahan gedung eks PU di Jalan Prof. Muhammad Yusuf juga dengan ukuran yang sangat minim dan tidak memenuhi syarat karena hanya terdiri dari 2 (dua) ruangan untuk kuliah dan 2 ruangan untuk administrasi.

Pada tahun 1972 Fakultas Sastra mendapat tiga gedung permanen, dua telah direnovasi menjadi ruang kuliah dan satu ruang seminar. Dengan bertambahnya gedung dan ruang bagi kelancaran belajar mengajar di Fakultas Sastra saat itu, pada tahun 1979 kembali dibuka jurusan baru di Fakultas Sastra yaitu Jurusan Sastra dan Sastra Melayu dan Sastra Daerah untuk Sastra Batak. Pada tahun ini pula dibuka jurusan Etnomusikologi, satu-satunya yang ada di Indonesia sampai tahun 1989. Jurusan ini banyak sekali mendapat perhatian dan bantuan terutama dari FORD Foundation Jakarta antara lain berupa beasiswa bagi mahasiswa dan staf pengajar serta bantuan tenaga konsultan. Selain itu jurusan ini juga mendapat bantuan dari PEMDA Kota Madya Medan berupa satu Gedung untuk perkuliahan/praktek.
Selanjutnya pada tahun 1980 dibuka Program Studi S1 Bahasa Arab, Jurusan Ilmu Antropologi dan Jurusan Ilmu Perpustakaan, namun pada tahun 1983 Jurusan Ilmu Perpustakaan ditutup dan sebagai gantinya dibuka Program Studi D3 Perpustakaan, sedangkan Jurusan Antropologi dipindahkan ke FISIP USU dengan SK Rektor USU Nomor : 163/PT05/SK/0/86 tanggal 4 Mei 1986.
Tahun 1990 Fakultas Sastra kembali mendapat tambahan gedung, yakni eks gedung BAAK dan eks Perpustakaan USU dan pada tahun 2003 mendapat tambahan 1 unit gedung eks USU Press dan kemudian direnovasi menjadi kantor Pariwisata D3 dan Kantor jurusan bahasa Jepang.
Tahun Akademik 2007/2008 dibuka jurusan baru yakni Program Studi Sastra China. Hal ini merupakan kerjasama Universitas Sumatera Utara dengan Jinan University.

Adapun perkembangan tahun 2009 ini adalah dibukanya Program Studi Magister S2 (Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Sastra USU). Proses penerimaan siswa untuk Program S2 ini mulai dibuka pada bulan Juli 2009 sampai bulan Agustus 2009 yang kemudian menerima sebanyak 18 orang siswa. Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni jenjang Magister (S2) ini sendiri disahkan oleh Rektor Universitas Sumatera Utara pada tanggal 27 Agustus 2009 berdasarkan Surat Keputusan Rektor No. 924/H5.1.R/SK/PRS 2009.

Perkembangan berikutnya adalah perubahan nama Fakultas Sastra menjadi Fakultas Ilmu Budaya sesuai SK Rektor Universitas Sumatera Utara No. 981/H5.1.R/SK/PRS/2011 tanggal 5 April Tahun 2011.

Fakultas Sastra USU didirikan oleh 12 orang berikut:
  1. 1.Alm. Prof. Mahadi, S.H.
  2. 2.Alm. Dr. Septy Ruzui
  3. 3.Alm. Drs. Sabaruddin Ahmad
  4. 4.Alm. T. Mahmuddin
  5. 5.Dr. Rustam Amir Effendi, M.A.
  6. 6.Alm. Drs. Burhanuddin Ch. Usman
  7. 7.Alm. Prof. A. Hamid Hasan Lubis
  8. 8.Alm. Drs. Chairuddin Rahman
  9. 9.Drs. Danil Ahmad, DPFE
  10. 10.Alm. Drs. Syahdan Manurung, MPFE
  11. 11.Drs. Abubakar
  12. 12.Alm. Drs, Tasril Ismail

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, awalnya Fakultas Sastra hanya memiliki 1 jurusan saja, namun seiring dengn dengan meningkatnya kebutuhan sarjana Sastra dalam berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan maka Fakultas Sastra USU selanjutnya membuka jurusan-jurusan/program studi Strata 1 (S1) dan Diploma 3 (D3), sebagai berikut :
  • 1965,   dibuka jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dengan jumlah mahasiswa 45 orang.
  • 1966,   dibuka jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dengan jumlah mahasiswa 50 orang.
  • 1968,   dibuka jurusan Ilmu Sejarah tetapi belum ada kegiatan karena mahasiswanya belum ada dan pada tahun 1970 barulah pertama kali menerima mahasiswa.
  • 1979,   dibuka jurusan Sastra Daerah :
  1. a.Bahasa dan Sastra Melayu
  2. b.Bahasa dan Sastra Batak
  • 1979,   dibuka jurusan Etnomusikologi (satu-satunya yang ada di Indonesia sampai tahun 1989). Jurusan ini banyak sekali mendapat perhatian dan bantuan terutama dari FORD Foundation Jakarta antara lain beasiswa bagi mahasiswa dan staf pengajar serta bantuan tenaga konsultan.
  • 1980,   dibuka Program S1 Bahasa Arab, Jurusan Antropologi, dan Jurusan Ilmu Perpustakaan namun pada tahun 1983 Jurusan Ilmu Perpustakaan ditutup dan sebagai gantinya dibuka Program Studi D3 Perpustakaan. Sedangkan Jurusan Antropologi dipindahkan ke FISIP USU sesuai dengan SK Rektor USU Nomor : 163/PT05/SK/0/86 tanggal 4 Mei 1986.
  • 1980, dibuka Program Studi D3 Pariwisata, Bahasa Jepang dan Bahasa Inggris, tetapi SK Pembentukan Program Studi ini baru terbit pada tahun 1987 sesuai dengan SK Dirjend. Dikti Depdikbud RI Nomor :
  • 23/Dikti/Kep/1987 tanggal 13 Juni 1987 untuk Program Studi D3 Bahasa Jepang
  • 25/Dikti/Kep/1987 tanggal 13 Juni 1987 untuk Program Studi D3 Pariwisata
  • 26/Dikti/Kep/1987 tanggal 13 Juni 1987 untuk Program Studi D3 Bahasa Inggris
  • 1984,   dibuka Program Studi D3 Perpustakaan
  • 2000,   dibuka Program Studi S1 Sastra Jepang sesuai dengan SK Ditjend DIKTI Nomor :
    • 295/Dikti/Kep/2000 untuk kelas Reguler dan Ekstensi.
  • 2001,   dibuka lagi Program Studi S1 Ilmu Perpustakaan untuk kelas Reguler dan Ekstensi.
  • 2007,   dibuka Program Studi Sastra China yang merupakan kerjasama Universitas Sumatera Utara dengan Jinan University.
    • 295/Dikti/Kep/2000 untuk kelas Reguler dan Ekstensi
  • 2009,   dibuka Program Studi Magister S2 (Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Sastra USU)
    • Surat Keputusan Rektor No. 924/H5.1.R/SK/PRS 2009, tertanggal 27 Agustus 2009.

Silalahi..

ASAL MUASAL MARGA SILALAHI DI SAMOSIR 

Adalah Bursokraja ( yang kemudian memberi namanya sendiri dengan Ompu Sinabang) berkelana san tiba di Pangururan.  Lalu Bursokraja mendengar ceritabahwa ada seorang puteri Raja Simbolon yang cantik rupawan dan pandai berbalas pantun dan teka-teki. Sang putri ialah Rumandangbulan Si Sindarmataniari, puteri Simbolon Tuan yang bijak mentari ) katanya memperkenalkan diri. Bursokraja ( Ompu Sinabang ) lalu bertekad untuk mencari dan menemuinya ke sebuah gubuk tempat sang putri bermain. Singkat cerita, mereka kemudian bertemu dan saling berkenalan. Bursokraja meperkenalkan dirinya, bahwa ia adalah cucuc Raja Silahisabungan dari Silalahi Nabolak yang berkelana.
Mendengar nama Raja Silahisabungan ( seorang Datu Bolon, yang terkenal kesaktiaannya ), sang putri raja Simbolon Tuan menjadi terkesima. Pucuk di cinta, bulan puntiba. Cinta diantara mereka pun bersemi dan akhirnya Bursokraja dan putri Rumondang si Sindarmataniari lalu menikah.

BURSOK RAJA MENIKAHI BORU NI SIMBOLON TUAN
Suatu waktu, Sindarmataniari boru Simbolon Tuan meminta kepada Bursokraja alias Ompu Sinabang agar mereka pergi memperkenalkan diri kepada mertuanya di Silalahi Nabolak. Tetapi Bursokraja selalau berusaha mengelak dengan alasan menunggu waktu yang tepat. Namun Sindarmaaniari boru Simbolon Tuan terus mendesak dan kahirnya Bursokraja harus mencari-cari alasan. Tentusaja Bursokraja tidak ingin ketahuan bahwa ia telah terusir oleh Debangraja (orangtua Bursokraja) dari Silalahi Nabolak. Akhirnya Bursokraja tidak bisa menolak desakan Sindarmataniari boru Simbolon Tuan, dengan satu syarat : Sebelum ke Silalahi Nabolak, terlebih dahulu mereka ke Balige untuk menemui kakak Bursokraja, yaitu Raja Parmahan ( Raja Bunga-bunga ) Silalahi di Balige,  agar mereka kemudian bersama-sama menuju Silalahi Nabolak. Mendengar alasan yang measuk akal, Sindang mataniari lalu setuju dan kemudian mereka menyepakati waktu untuk berangkat menuju Balige.

BURSOKRAJA DOHOT SIBORU SIMATUPANG
Waktu yang disepakati telah tiba. Bursokraja dan Sindarmataniari boru Simbolon Tuan kemudian berpamitan kepada orangtuanya dan meninggalkan Pangururan menuju Balige. Dalam perjalanan menuju Balige, tepatnya di negeri Muara, tengah terjadi perang diantara kelompok Toga Sianturi ( Simatupang ) dengan pihak lain. Singkat cerita, kelompok terpukul dan lari tunggang-langgang sampai ke tengah danau dan akhirnya ditolong oleh Bursokraja yang tengah lewat. Mereka kemudian mengetahui Bursokraja adalah cucu Raja Silahisabungan,  lalu kelompok Toga Sianturi lalu memohon bantuan Bursokraja untuk membantu mereka berperang. Bursokraja lalau bersedia, lalu ia menepi menuju Muara. Mendengar kedatangan keturunan Raja Silahisabungan, musuh Toga Sianturi lalu ketakukan dan tunggang-langgang melarikan diri.
Karena jasa Ompu Sinabang dan untuk menjaga keamanan negeri, Toga Sianturi mengawinkan putrinya, Siboru Anting Haomasan dengan Ompu Sinabang (Bursokraja).

Pada suatu ketika istrinya Siboru Anting Haomasan meminta agar mereka pergi menjumpai mertuanya di Silalahi Nabolak. Akhirnya Bursokraja bersama kedua istrinya berangkat meninggalkan Muara, menyusuri perairan Lontung. Ketika mereka melintas di perairan Ambarita, Bursokraja alias Ompu Sinabang melihat orang-orang yang melambai- lambaikan tangan kearah mereka. Perahu merekapun akhirnya berggas mendekati Ambarita. Ternyata saat itu ada upacara “ Manarsar Lambe “ ( menyembah dewa laut ) yang dilakukan penduduk negeri Ambarita, sekaligus mengadakan Horja Sakti Mangalahat Horbo Bius di Ambarita.
Penduduk negeri Ambarita - yang terdiri dari marga Sidabutar, Siallagan dan Rumahorbo (keturunan Nai Ambaton ) beserta marga Manik (keturunan Silauraja) – segera  berkenalan dengan Ompu Sinabang beserta kedua istrinya, Siboru Sindaramataniari boru Simbolon Tuan dan Sibaru Anting Haomasan boru Simatupang. Mengetahui Bursokraja alias Ompu Sinabang memperistrikan Siboru Simbolon Tuan, maka penduduk Ambarita keturunan Nai Ambaton sangat terkejut sekaligus gembira karana dengan begitu akan melengkapi pesta di Ambarita, dimana putri Simbolon Tuan ( yang juga keturunan Nai Ambaton ) ada bersama mereka. Dalam pesta tersebut, Bursokraja alias Ompu Sinabang kemudian dinobatkan sebagai Boru Bius Ambarita. Sebagai tanda kekerabatannya, Sebagai bukti Boru Bius Ambarita, Bursokraja alias Ompu Sinabang kemudian dihadiahi oleh Raja Bius Ambarita (keturunanan Nai Ambaton) menghadiahi tanah di negeri Tolping untuk didiami Bursokraja beserta keturunannya kelak. Dengan segala upaya Bursokraja alias Ompu Sinabang kemudian membujuk Siboru Sindarmataniari dan Siboru Anting Haomasan untuk bersedia membatalkan niat mereka menuju Silalahi Nabilak dan menetap di negeri Tolping. Namun akhirnya mereka kemudian bersedia menetap di negeri Tolping, Ambarita.

Setelah menetap sekian lama di negeri Tolping, kedua istrik Bursokraja kemudian mengandung. Dalam usia kehamilannya yang sudah tua, Siboru Sindarmataniari kemudian memeohon kepada Bursokraja untuk pulang ke Pangururan dan ingin melahirkan disana. Karena tidak mungkin untuk tinggal serumah bersama dengan Siboru Anting Haomasan yang sama-sama akan melahirkan juga. Akhirnya mereka mencapai suatu kesepakatan, Siboru Sindaramatianri kemudian meninggalkan negeri Tolping menuju Pangururan.

Selang beberapa hari tiba di negeri Pangururan, Siboru Sindarmataniari lalu melahirkan anak laki-laki. Lalu tidak berapa lama kemudian mereka kedatangan tamu ( utusan dari Tolping ) yang mengabarkan bahwa Siboru Anting Haomasan telah melahirkan seorang si bursok ( bahasa Toba, bursok = panggilan untuk anak laki-laki )  di Tolping. Ketika keluarga Simbolon Tuan menyebut panggilan si bursok, spontan Ompu Sinabang alias Bursokraja kemudian tersinggung dan mengingatkan untuk tidak lagi menyebut nama bursok, karena sesuai namanya, Bursokraja. Sejak itu pula, nama anak yang baru dilahirkan oleh Siboru Sindarmataniari dinamai si Pantang. Sejak saat itu pula, sudah kebiasaan keturunan marga Silalahi di Pangururan tidak memanggila anak laki-laki dengan panggilan si bursok.

AWAL KEBERADAAN MARGA SILALAHI DI SAMOSIR
Sehingga demikianlah legenda keberadaan asal muasal marga Silalahi di Panguruan dan Tolping. Si Pantang kemudian tetap tinggal hingga dewasa di Pangururan dan memakai marga Silalahi sampai hari ini. Di negeri Tolping, putra Bursokraja alias Ompu Sinabang diberi nama Partada, karena Ompu Sinabang mendidiknya dengan ilmu bela diri ( martada ). Keturunan Partada juga memakai marga Silalahi mendiami negeri Tolping sampai hari ini.

Seiring waktu , keturunan Partada ( marga Silalahi ) kemudian uturn temurun mendiami negeri Tolping, negeri yang masuk dalam bagian Bius Ambarita. Namun kemudian, banyak pendatang ( keturunan Raja Silahisabungan dari Silalahi Nabolak, Sibisa dan Buhit ) yang kemudian menetap di Tolping. Sehingga keturunan Raja Silahi Sabungan ini memenuhi negeri Tolping. Sehingga akhirnya negeri Tolping melepaskan diri dari Bius Ambarita dan mendirikan Bius tersendiri, yaitu Bius Tolping.

Adapun penguasa ( Raja-raja Adat Bius ) di negeri Tolping adalah :

1. Pande Bona Ni Ari ( kelmpok marga Sihahoho, dari negeri Sibisa )
2. Pande Nabolon ( kelompok marga Silalahi, dari Sibisa )
3. Raja Panuturi ( kelompok marga Silalahi, keturunan Partada, dari Pangururan )
4. Raja Panullang ( kelompok marga Sigiro, dari Buhit, Parbaba Pangururan).

Dengan terbentuknya Bius Tolping, maka keturunan Raja Silahisabungan telah mendiami tanah Samosir sepanjang Parbaba Pangururan sampai ke negeri Tolping, Ambarita.

Kota Berastagi..

Kota Berastagi

Kota Berastagi
Kabupaten Karo – Sumatra Utara – Indonesia

Tugu Revolusi di Kota Berastagi Kabupaten Karo
Berastagi merupakan satu kota yang terletak di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatra Utara. Secara geografis, kota ini berada di dataran tinggi atau sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut (dpl) yang mana masih satu kawasan dengan deretan panjang Bukit Barisan. Kota yang sehari-hari bersuhu udara antara 17 hingga 19 derajat celcius ini terletak sekitar 10 km dari Kota Kabanjahe, ibukota Kabupaten Karo, ke arah utara. Sementara, jika dari ibukota Provinsi Sumatra Utara, Medan, Kota Berastagi terletak 78 km di sebelah selatannya. Dan, dari Medan, Kota Berastagi yang berada di dataran tinggi nampak diapit oleh dua gunung aktif, yakni Gunung Sibayak (2.100 meter dpl) dan Gunung Sinabung (2.400 meter dpl).
Tak hanya suhu udara yang sejuk dan kondisi tanah yang subur, kota ini ternyata menyimpan banyak kisah sejak masa kolonial Hindia Belanda di awal abad ke-20. Kemunculan kota ini sebagai kota yang terkenal produktif dalam menghasilkan banyak sayur dan buah dipengaruhi oleh kebijakan kolonialisme Belanda. Ketika itu, yakni sekitar tahun 1920, Berastagi merupakan sentra perkebunan di Sumatra Utara yang dikelola pihak Belanda. Dari kota inilah, suplai sayur-mayur dan buah-buahan di kota Medan atau kota-kota besar lainnya di Pulau Sumatra bagian utara dapat terpenuhi.
Secara kasat mata, Kota Berastagi merupakan sebuah kota yang ramai para penjaja buah-buahan serta sayur-mayur di sepanjang jalan kotanya. Buah-buahan dan sayur-mayur yang ditawarkan ini merupakan hasil bumi tanah Berastagi. Buah markisa dan jeruk menjadi komoditi andalan dari kota ini. Darinya, muncul sebutan untuk Kota Berastagi sebagai Kota Markisa dan Jeruk Manis. Buah markisa tersebut biasanya diolah untuk dijadikan sirup, dan tentu saja oleh-oleh khas Sumatra Utara.

Di samping itu, Kota Berastagi juga terkenal dengan berbagai ragam tanaman hiasnya dan beberapa festival rutin yang digelar setiap tahunnya, seperti pesta bunga dan buah serta festival kebudayaan. Seperti halnya event festival bunga tahunan di Kota Tomohon Sulawesi Utara, Berastagi pun memiliki perhelatan yang diselenggarakan setiap tahunnya, yakni Pesta Bunga dan Buah. Kemudian, ada pula Pesta Mejuah-juah yang merupakan festival kebudayaan tradisional tahunan. Acara semacam upacara adat ini dilaksanakan sebagai ajang berkumpulnya kembali Orang Karo dari perantuan untuk menjalin silaturahmi dengan para kerabat yang ditinggalkan (www.karokab.go.id). Selebihnya, Pesta Mejuah-juah berfungsi untuk mengingatkan kembali bahwa masyarakat Karo memiliki tradisi merantau sejak dahulu. Hal-hal itulah yang membuat potensi wisata Kota Berastagi kaya.
Mengunjungi kawasan Kota Berastagi memiliki banyak keuntungan. Keunggulan berwisata di Berastagi tidak hanya ketika Anda telah sampai lokasi, melainkan sejak dalam perjalanan menuju ke tempat ini. Keistimewaan ini disebabkan oleh banyaknya jalan alternatif untuk mencapai Tanah Karo. Dan, berbagai jalan alternatif tersebut menawarkan pengalaman wisatanya masing-masing. Jika Anda berangkat dari Medan, yang berjarak sekitar 78 km dengan Berastagi, Anda dapat mengambil jalur Sembahe yang merupakan salah satu lintasan jalan raya Medan-Berastagi. Dalam 45 menit perjalanan menuju Berastagi dengan kendaraan bermotor dari Medan atau sekitar 15 menit perjalanan dari Sembahe, Anda akan melintasi Sibolangit (Dakomi, http://www.jalanasik.com).
Di sepanjang jalan di Sibolangit yang membelah pegunungan Bukit Barisan itu, dapat Anda saksikan indahnya hutan wisata yang semula hanya berupa jajaran kebun di lereng pegunungan Bukit Barisan. Cuaca di Sibolangit sungguh sejuk. Nampak di sana, jalan-jalan kecil yang berguna sebagai pos pemberhentian sementara bagi para turis lokal maupun mancanegara. Di sepanjang jalan ini, Anda juga dapat menemukan pondok-pondok durian yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat rehat sejenak sambil menikmati durian khas Sumatra Utara (Dakomi, http://www.jalanasik.com). Tak jauh dari Sibolangit, lanjutkan perjalanan Anda dan mampir berendam di Lau Debuk-debuk. Lau Debuk-debuk merupakan pemandian air panas alami yang mengandung belerang dan pas untuk memanjakan tubuh Anda yang sedang lelah. Awal perjalanan ke Berastagi yang menarik, bukan?

Jalan di sepanjang pusat kota Berastagi
Sumber Foto: Stephen and Therese Jennings

Tujuan selanjutnya mana lagi kalau bukan pusat wisata di Tanah Karo, yakni Kota Berastagi. Berastagi dikelilingi barisan gunung-gunung, memiliki udara yang sejuk dengan hamparan ladang pertanian yang indah, luas, lagi hijau. Di kota ini terdapat beberapa pilihan tujuan: seperti Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung yang mana Taman Nasional Tahura berada di kaki kedua gunung itu. Selain wisata alam, Anda juga dapat menikmati wisata kota, berupa pasar tradisional, arsitektur khas Batak Karo, hingga wisata kuliner.  
Beberapa penikmat wisata mengatakan tentang Berastagi bahwa yang menjadi andalan selain beberapa hal di atas adalah kualitas air yang bersih dan jernih, cuaca dan suhu udara yang sejuk lantaran jauh dari polusi udara, makanan yang relatif sesuai dengan selera umum, masyarakat yang bersahabat dengan para pendatang (dalam hal ini adalah turis), dan tentu saja adalah biaya berwisata yang relatif murah.
Salah satu sudut Kota Berastagi
Sumber Foto: Stephen and Therese Jennings
Mengalami alam di kawasan Berastagi, cukup dengan perjalanan 10 menit dari pusat kota dengan bus umum menuju ke hutan wisata di Gunung Sibayak untuk melihat kekayaan alam baik flora maupun fauna. Di situ, wisatawan dapat menjelajahi Taman Nasional Tahura. Taman nasional ini merupakan sebuah area hutan bernama Bukit Lawang yang tidak terlalu luas, akan tetapi sangat menarik karena di dalamnya terdapat ratusan jenis tumbuhan dan satwa langka, seperti Orang Utan. Secara tekstural, alam Taman Nasional Tahura merupakan lokasi yang tepat untuk berwisata trekking bagi keluarga, karena medan tempuhnya yang nyaman untuk berjalan kaki.
Sementara, bagi para pengunjung Berastagi yang ingin menikmati lansekap kota dari atas, bisa berkeliling dengan menaiki kuda wisata di sebuah kawasan wisata bernama Bukit Gundaling. Selain itu, wisata kota berupa arsitektur khas Batak Karo dapat dijumpai di dalam perkampungan di sekeliling kota berupa rumah adat berusia sekitar 250 tahun. Arsitektur khas ini misalnya berupa tempat musyawarah (jambur) masyarakat Karo, dan bangunan untuk menyimpan kerangka mayat (geriten). Begitu pula dengan kerajinan asli masyarakat Batak Karo yang bisa didapat di toko-toko suvenir maupun ketika Anda menuju ke desa-desa pusat kerajinannya.
Kemudian, untuk urusan makan, beragam wisata kuliner khas Karo dapat dengan mudah Anda temukan di kawasan Berastagi ini. Apalagi jika memasuki akhir tahun sebagai persiapan acara malam tahun baru, di sana akan Anda jumpai `warung-warung kaget` di tepi jalan yang menjajakan berbagai masakan, seperti misalnya ikan bakar. Atau Anda ingin mencoba bersirih-pinang ala Melayu. Sirih-pinang ini tersedia di Pasar Berastagi. Perayaan akhir tahun di berastagi ini akan termeriahkan dengan pesta kembang api oleh para wisatawan yang berlibur di sana (www.karokab.go.id). Untuk mendapatkan kembang api, sambangi saja beberapa toko khusus kembang api yang tersedia di kota ini dengan harga yang juga terjangkau pula.
Setelah selesai berwisata di Kota Berastagi, dalam perjalanan pulang sempatkanlah untuk mampir ke Bandar Baru yang merupakan suatu kota kecil lebih kurang 47 km dari Berastagi ke arah Medan. Bandar Baru merupakan kawasan berhawa sejuk dengan pemandangan alam yang elok; dan Penatapen yang merupakan lintasan jalan Medan-Berastagi dekat dengan perbatasan antara Kabupaten Tanah Karo dengan Kabupaten Deli Serdang. Di tempat-tempat itu, sering digunakan wisatawan sebagai tempat pemberhentian sejenak bagi yang lelah dalam perjalanan, sembari menikmati hangatnya jagung rebus atau jagung bakar dan kopi Medan yang hangat. Dari sini kita bisa memandang Kota Medan, dan juga melihat Air Terjun Sikulikap beserta jalur pendakian ke Gunung Sibayak (www.sumatra-indonesia.com).
Kota Berastagi, Kabupaten Tanah Karo, Provinsi Sumatra Utara, Indonesia.
Sebelum menuju Berastagi yang ada di Kabupaten Karo, maka Anda harus menuju ke Kota Medan terlebih dahulu. Medan dapat ditempuh melalui jalur darat, laut, maupun udara. Medan memiliki Bandar Udara (Bandara) Internasional Polonia yang letaknya 4 km dari pusat kota sebagai terminal jalur udara, sementara Pelabuhan Belawan yang merupakan pelabuhan laut terbesar ketiga di Indonesia terletak 25 km di utara Medan dapat digunakan bagi pengguna transportasi laut. Selain itu, Medan juga mempunyai 2 terminal bus antarkota, yaitu Terminal Pinang Baris di bagian utara dan Terminal Amplas di bagian selatan.
Sesampainya di Medan, terdapat beberapa alternatif akses bagi para pelancong untuk menuju Kota Berastagi dan semua tergantung dari mana Anda berangkat. Pertama, Anda harus menuju ke terminal bus Padang Bulan. Dari situ, Anda bisa pilih bus jurusan Kota Kabanjahe atau yang menuju langsung ke Kota Berastagi dengan waktu tempuh selama kurang dari 2 jam perjalanan. Untuk tarif bus menuju ke Berastagi ini tidak lebih dari Rp10.000,- (Juli 2009). Perlu diingat bahwa bus yang membawa Anda menuju Berastagi ini biasanya langsung penuh karena ketersediaan bus tidak banyak, sehingga barang bawaan Anda akan ditaruh di atap bus (http://www.dharssi.org.uk/).
Selain bus umum dari terminal Padang Bulan, mini bus khusus pariwisata juga bisa menjadi pilihan sebagai pengantar dengan rute Medan – Berastagi / Danau Toba – Bukit Lawang. Mini bus ini biasanya banyak tersedia di hotel-hotel tempat para wisatawan menginap, namun jasa mini bus ini jauh lebih mahal ketimbang bus umum, yakni sekitar Rp50.000,- (Juli 2009) (http://www.dharssi.org.uk/).  
Berkunjung ke Kota Berastagi, Anda tidak perlu membayar retribusi apapun. Membayar tiket atau mengeluarkan biaya baru ketika Anda ingin berkunjung ke lokasi-lokasi wisata yang lebih spesifik seperti masuk ke Taman Nasional Tahura atau Bukit Gundaling, dan menginap di hotel atau losmen yang berada di small town yang cantik ini.

Sumber Foto: JKH

Tour guide atau pemandu wisata berbahasa Inggris atau bahasa asing lainnya disediakan biasanya oleh hotel-hotel tempat Anda menginap, atau dari agen-agen perjalanan wisata Anda.

Penginapan / cottages khas rumah adat Karo di Berastagi
Sumber Foto: JKH
Di musim liburan pada umumnya, terutama jika bertepatan dengan perayaan tahun baru, penginapan seperti hotel, losmen, maupun wisma di Berastagi biasanya akan mengalami kenaikan harga. Kamar di losmen misalnya naik 100 persen dari harga normal yang hanya sebesar Rp50 ribu hingga Rp75 ribu per malam (www.hariansib.com). Meski harga naik, Anda dapat menyiasati ini dengan cara memesan terlebih dahulu jauh hari sebelum kedatangan. Karena, beberapa pengelola penginapan menawarkan paket-paket menginap untuk liburan dan dengan cara ini Anda dapat menghemat biaya bertamasya